breaking news:
Attention!
Blog Archives
Wednesday, December 3, 2008
Print this Article
By: Baiq Wardhani
Pendahuluan
Sejarah politik
Sekalipun sudah diduga sebelumnya, munculnya kembali militer dalam politik adalah kejadian yang mengejutkan. Hal ini didasarkan pada pernyataan militer
Krisis politik yang melanda
Militer melakukan beberapa langkah penting untuk menandai berakhirnya kekuasaan Thaksin, yaitu mencabut darurat sipil dan memberlakukan darurat militer, membatalkan konstitusi 1997, membubarkan kabinet, parlemen dan Mahkamah Agung.
Tulisan ini mecermati penyebab kudeta tersebut serta dampaknya bagi proses demokratisasi Asia Tenggara.
Penyebab Kudeta
Alasan pertama adalah adanya restu raja. Kudeta itu dipimpin oleh Jendral Sonthi Boonyaratglin, Panglima AD dan muslim pertama yang menduduki jabatan tertinggi dalam jajaran militer. Pendudukan kantor Perdana Menteri oleh pasukan Jendral Boonyaratglin merupakan simbol restu Raja Bhumibol Adulyadej atas tindakan militer. Hal ini sekaligus mengungkapkan ketidaksukaan Raja pada PM Thaksin Shinawatra. Selama ini Raja Thai merupakan simbol penghormatan rakyat Thai sekaligus sosok yang sangat kharismatik. Keputusan apapun yang diambil oleh para politisi dan militer tidak akan berjalan jika raja tidak merestui. Demikian pula kudeta ke 24 ini tidak mungkin terjadi jika Raja tidak menghendaki.
Kedua, adalah keinginan militer untuk memulihkan stabilitas dan mengakhiri krisis politik yang sudah berjalan kurang lebih 9-10 bulan terakhir sejak awal 2006. Konflik politik tersebut dipicu oleh berbagai tindakan dan keputusan PM Thaksin yang kontroversial dan secara laten dapat menimbulkan krisis politik yang berkepanjangan. Tampilnya kembali Thaksin menjadi perdana menteri setelah meletakkan jabatan beberapa hari sebelumnya merupakan blunder yang memperuncing pertikaian politik. Kembalinya Thaksin itu dikecam berbagai pihak terutama kubu oposisi dan militer karena sikap Thaksin yang dinilai tidak nasionalis dan arogan. Sejarah politik
Thaksin pun dianggap tidak nasionalis karena tindakannya menjual beberapa aset nasional penting kepada pihak asing, seperti perusahaan telekomunikasi miliknya sendiri, The Shin Corp kepada Singapura. Hal ini sangat bertentangan dengan filosofi partai yang didirikannya, Thai Rak Thai, yang berarti ‘Thai Cinta Thai’. Apalagi kemudian diketahui bahwa Thaksin ternyata bukan orang ‘bersih’ karena terlibat skandal korupsi dan money politics dalam upayanya memenangkan kursi perdana menteri.
Ketiga, pengambilalihan kekuasaan secara paksa oleh militer itu adalah demi menyelamatkan negara dari perpecahan. Penunjukan Jendral Boonyaratglin oleh Thaksin adalah dalam upaya meredakan ketegangan yang terjadi di Thailand Selatan. Wilayah yang didominasi oleh kaum Muslim ini sudah lama ingin memerdekakan diri dari
Keempat, militer menganggap Thaksin gagal melakukan perbaikan kondisi dalam negeri. Thaksin dituduh sebagai pemecah belah bangsa dan tidak mampu memberantas korupsi, bahkan Thaksin sendiri pun terlibat korupsi. Ternyata Thaksin tidak bisa memenuhi janjinya untuk menjalankan program anti-korupsi sebagai salah satu agenda utama pemerintahnnya. Dia terlibat dalam penyalahgunaan wewenang, penggelapan pajak, dan membeli suara saat pemilu. Thaksin sendiri bahkan pernah diajukan ke pengadilan gara-gara masalah cronyism dan korupsi. Bahkan akhir-akhir ini diketahui bahwa penjualan saham The Shin Corp milik keluarga Thaksin pun dibebaskan dari pajak penjualan sehingga mendatangkan keuntungan 1,9 milyar dollar bagi keluarganya.
Terakhir, sifat pretorian militer
Dengan partai barunya yang bernama Thai Rak Thai (berarti: Thai Cinta Thai) dibentuknya dengan beberapa tokoh, Thaksin terkenal dengan ambisinya untuk menciptakan
Mundurnya Demokratisasi?
Salah satu indikator berlangsungnya proses demokratisasi adalah kembalinya militer ke barak dan meninggalkan peran politiknya. Supremasi sipil atas militer adalah formula yang didengung-dengungkan bagi terciptanya iklim demokratisasi. Proses demokratisasi saat ini sedang berlangsung di Asia Tenggara. Rejim-rejim otoriter seperti junta militer di
Menariknya, fenomena yang terjadi di
Sekalipun demikian proses demokratisasi yang bertumpu pada supremasi sipil tetaplah rawan. Di Asia Tenggara, khususnya
Supremasi sipil menghadapi tantangan yang besar bila militer di Asia Tenggara selalu berorientasi ke dalam negeri dan kurang mendapat peranan eksternal yang sebenarnya merupakan domain mereka. Ketiadaan “musuh” dari luar mendorong militer untuk bermain di dalam negeri. Diperlukan transformasi doktrin pertahanan agar bisa mengakomodasi kebutuhan terkini bagi peran militer agar demokratisasi terselamatkan.
Sekalipun terdapat upaya reformasi di tubuh militer untuk menjadi lebih profesional, godaan untuk kembali melakukan intervensi politik selalu terbuka. Kondisi sosial-politik ekonomi yang rawan di beberapa negara Asia Tenggara dapat sewaktu-waktu mendorong militer untuk bertindak. Ketidakmampuan politisi sipil menguasai kondisi kacau di dalam negeri merupakan ladang subur bagi tumbuhnya otoritarianisme yang akan mengikis langkah-langkah demokratisasi. Kudeta militer di
Bagaimanakah reaksi internasional atas kejadian ini? Sudah dapat diduga bahwa dunia memberi reaksi negatif. Reaksi keras datang dari Sekjen PBB, Kofi Anan, yang pada saat kudeta berlangsung, PM Thaksin sedang berada di
Pada umumnya reaksi dunia menyayangkan meredupnya semangat demokratisasi di
Dalam kaitannya dengan ASEAN, organisasi regional ini dengan susah payah berupaya untuk menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang merupakan elemen penting bagi terwujudnya misi ASEAN sebagai salah satu anggota komunitas internasional. Pemerintah sipil di beberapa negara ASEAN tidak ingin melihat langkah undur perkembangan demokratisasi. Beberapa negara di kawasan ini sangat rentan terhadap gejala kudeta militer, seperti
Adalah tantangan bagi pemerintah militer
0 Responses to Kudeta Militer Thailand dan Demokratisasi Asia Tenggara:
:f :D :) ;;) :x :$ x( :?
:@ :~ :| :)) :( :s :(( :o Post a Comment